INDONESIA DALAM KRISIS KEPATUHAN HUKUM
Budaya hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum
dan diwujudkan dalam bentuk prilaku sebagai cermin kepatuhan hukum di dalam
masyarakat. Di dalam budaya hukum itu dapat dilihat suatu tradisi prilaku
masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan kehendak undang-undang
atau rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan berlaku bagi semua subyek hukum
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Di dalam budaya hukum masyarakat dapat
pula dilihat apakah masyarakat kita dalam kesadaran hukumnya sungguh-sungguh
telah menjunjung tinggi hukum sebagai suatu aturan main dalam hidup bersama dan
sebagai dasar dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul dari resiko hidup
bersama. Namun kalau dilihat secara materiil, yang di dalam hukum pembuktian
pidana selalu berpegang pada kebenaran yang senyatanya terjadi yang dalam hal
ini disebut dengan kebenaran materiil, ternyata sungguh sulit membangun budaya
hukum materiil di negeri ini, hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kesadaran
hukum masyarakat saja tidak cukup membangun budaya hukum di negeri ini, karena
kesadaran hukum masyarakat masih bersifat abstrak, belum merupakan bentuk
prilaku yang nyata, sekalipun masyarakat kita baik secara instinktif, maupun
secara rasional sebenarnya sadar akan perlunya kepatuhan dan penghormatan
terhadap hukum yang berlaku.
Kepatuhan hukum adalah kesadaran
kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk “kesetiaan” masyarakat terhadap
nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam
bentuk prilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri
yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat.
kepatuhan hukum masyarakat pada hakikatnya adalah kesadaran dan kesetiaan
masyarakat terhadap hukum yang berlaku sebagai aturan main (rule of the game)
sebagai konsekuensi hidup bersama, dimana kesetiaan tersebut diwujudkan dalam
bentuk prilaku yang senyatanya patuh pada hukum ( antara das sein dengan
das sollen dalam fakta adalah sama) . Secara a contra-rio
jika di dalam masyarakat banyak kita dapatkan bahwa masyarakat tidak patuh pada
hukum hal ini dikarenakan individu dan masyarakat dihadapkan pada dua tuntutan kesetiaan
dimana antara tuntutan kesetiaan yang satu bertentangan dengan
tuntutan kesetiaan lainnya. Misalnya masyarakat tersebut dihadapkan pada
pilihan setia terhadap hukum atau setia terhadap “kepentingan
pribadinya”, setia dan patuh pada atasan yang memerintahkan berperang dan membunuh
atau setia kepada hati nuraninya yang mengatakan bahwa membunuh itu tidak baik,
atau yang lebih umum seperti yang sering terjadi masyarakat tidak patuh pada
aturan lalu-lintas, perbuatan korupsi, perbuatan anarkisme dan main hakim
sendiri (eigen rechting) karena mereka lebih mendahulukan setia kepada
kepentingan pribadinya atau kelompoknya, dll.
Apalagi masyarakat sekarang ini
menjadi lebih berani tidak patuh pada hukum demi kepentingan pribadi karena
hukum dalam penegakannya mereka nilai tidak mempunyai kewibawaan lagi, dimana
penegak hukum karena kepentingan pribadinya pula tidak lagi menjadi penegak
hukum yang baik, penegakan hukum dirasakan diskriminatif . Sehingga dalam hal
ini, kesetiaan terhadap kepentingan pribadi menjadi pangkal tolak mengapa manusia
atau masyarakat kita tidak patuh pada hukum.
Jika faktor kesetiaan tidak dapat
diandalkan lagi untuk menjadikan masyarakat patuh pada hukum, maka negara atau
pemerintah mau tidak mau harus membangun dan menjadikan rasa takut masyarakat
sebagai faktor yang membuat masyarakat patuh pada hukum. Wibawa hukum akan
dapat dirasakan jika kita punya komitmen kuat, konsisten dan kontiniu
menegakkan hukum tanpa diskriminatif, siapapun harus tunduk kepada hukum,
penegakan hukum tidak boleh memihak kepada siapapun dan dengan alasan apapun,
kecuali kepada kebenaran dan keadilan itu sendiri. Disitulah letak wibawa hukum
dan keadilan hukum.
Namun jika hukum diberlakukan secara
diskriminatif, penuh rekayasa politis, tidak dapat dipercaya lagi sebagai
sarana memperjuangkan hak dan keadilan, maka jangan disalahkan jika masyarakat
akan memperjuangkan haknya melalui jalur kekerasan atau hukum rimba atau
kekerasan fisik (eigen rechting).
Dalam banyak fakta sekarang ini
Indonesia telah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan
substansi tujuannya, dan buadaya prilaku masyarakat telah memandang hukum
ditegakkan secara diskriminatif dan memihak kepada kepentingan tertentu bagi
orang-orang berduit, dan berkuasa.
Menurut saya :
Sekalipun masyarakat kita sadar terhadap hukum yang berlaku, belum tentu masyarakat masyarakat kita patuh terhadap hukum tersebut, karna kepatuhan hukum merupakan hal yang substansial dalam membangun budaya hukum di negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar